Tak Kenal Maka Tak Benci ( 1 )
ini artinya bahwa kita seharusnya mampu mengetahui dan mengenali segala sesuatu. Supaya kalo kita tahu dan kenal, maka kita akan bisa memutuskan pendapat kita. Bisa menilai dan memberikan kesimpulan. Bisa sayang, bisa benci. Bisa bahagia, bisa kecewa. Mungkin saja bersenang-senang, bisa juga bermuram-durja. Semua itu, setelah kita mengetahui dan mengenalnya. Itu sebabnya, kita harus bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Siapa yang perlu didukung dan siapa pula yang wajib dilawan. Cara pandang kita yang akan menentukan sikap dan perilaku kita. Dan, sebagai muslim kita harus menjadikan Islam sebagai tolok ukur dalam berbuat dan berpendapat. Setuju kan? Kudu!
Kapitalisme-Sekularisme? Benci banget!
Secara singkat saya coba jelasin buat kamu nih. Biar kamu kenal dengan sistem kufur ini. Yup, kapitalisme adalah ideologi dan sistem yang lahir dari doktrin sekular yang diadopsi Eropa setelah runtuhnya kekuasaan gereja dalam arena politik. Kamu kayaknya pernah dengar deh semboyan pas revolusi Perancis: “Gantung kaisar terakhir, dengan usus pendeta terakhir”. Nah, itu sebagai protes dari rakyat Perancis waktu itu untuk mengakhiri kekuasaan gereja terhadap urusan pemerintahan. Jadi, nih Kapitalisme tuh ‘akidahnya’ adalah sekularisme.
Secara singkat saya coba jelasin buat kamu nih. Biar kamu kenal dengan sistem kufur ini. Yup, kapitalisme adalah ideologi dan sistem yang lahir dari doktrin sekular yang diadopsi Eropa setelah runtuhnya kekuasaan gereja dalam arena politik. Kamu kayaknya pernah dengar deh semboyan pas revolusi Perancis: “Gantung kaisar terakhir, dengan usus pendeta terakhir”. Nah, itu sebagai protes dari rakyat Perancis waktu itu untuk mengakhiri kekuasaan gereja terhadap urusan pemerintahan. Jadi, nih Kapitalisme tuh ‘akidahnya’ adalah sekularisme.
Soalnya dulu kekuasaan gereja ikut andil banget dalam menentukan kehidupan bernegara. Menurut Victor Hugo (dalam History of Free Thought, hlm. 147, dalam kutipan di buku PeradabanBarat dalam Kacamata Islam, www.irib.ir), sejarah gereja yang sebenarnya bukan saja dapat dibaca lewat halaman-halaman buku, tetapi juga di celah-celah baris catatan resmi. Gereja telah menyebabkan Parnili dihukum cambuk sehingga hampir saja menemui ajalnya. Hal itu terjadi lantaran ia menyatakan bahwa bintang tidak jatuh dari jalan yang telah ditentukan. Pihak gereja melemparkan Campland ke dalam penjara sebanyak 27 kali karena dia mengklaim adanya kehidupan selain di bumi. Gereja menyiksa Harvey karena membuktikan bahwa darah beredar lewat urat dan saluran darah di dalam badan.
Oya, Hugo menambahkan bahwa gereja juga memenjarakan Galileo karena dia menyatakan bahwa bumi mengitari matahari, sebuah pernyataan ilmiah yang kontradiktif dengan teori yang terdapat dalam perjanjian lama dan baru. Gereja memenjarakan Christopher Columbus yang menemukan benua tanpa memberitahu Saint Paul. Gereja memvonis setiap penemuan hukum alam, evolusi dunia, ataupun benua yang sebelumnya tidak diramalkan oleh kitab suci, sebagai sebuah pelanggaran moral. Gereja menyingkirkan Pascal dan Montey karena dianggap tidak bermoral, dan Muller dengan tuduhan pencabulan.
Karuan aja, sikap model gini bikin panas masyarakat, khususnya para ilmuwan dan cendekiawan saat itu. Mereka menganggap bahwa kalangan gereja terlalu ngatur dan ngekang akal mereka. Setelah banyak protes di sana-sini dari rakyat, akhirnya dicari jalan tengah, yakni urusan pemerintahan diserahkan kepada kalangan negarawan, dan urusan agama diberi wewenang kepada pihak gerejawan untuk mengaturnya. Begitu cerita singkatnya.
Sekarang, konsep sekularisme ini berkembang, apalagi setelah diadopsinya HAM alias Hak Asasi Manusia. Nah, salah satu konsep fundamental yang lahir dari sekularisme adalah adanya keharusan negara atau kelompok atau individu untuk melindungi hak manusia dalam kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan, dan kebebasan individu.
Dari prinsip kebebasan kepemilikan muncul sistem ekonomi kapitalis. Demokrasi, atau konsep ‘kedaulatan rakyat’, adalah sistem politik yang juga lahir dari keyakinan sekular, tapi sebagai sistem politik demokrasi kurang menonjol dibandingkan sistem ekonomi kapitalis. Meskipun secara teoretis demokrasi memberikan kekuasaan legislasi kepada rakyat, tapi pada kenyataannya mereka yang memiliki kekayaan ekonomi adalah pihak yang secara riil memiliki kekuasaan.
Bro, sistem ekonomi kapitalis boleh dikata bisa mengendalikan dan mengambil peran dalam pemerintah, dan pembuatan kebijakan di Barat hampir sepenuhnya didorong oleh faktor-faktor ekonomi. Dari pemikiran ekonomi kapitalis lahir konsep benefit dan interest, dan keharusan untuk memaksimalkan benefit dan interest individu dan masyarakat. Konsep ini menjadi driving force sistem politik dan kebijakan luar negeri negara-negara Barat. Terus nih, para kapitalis, yaitu mereka yang menguasai kapital dan kekayaan, adalah penguasa yang sesungguhnya.
Contohnya aja nih, kalo ada pilkada alias pemilihan kepala daerah (termasuk pilpres tentunya), tuh yang berperan bukan cuma calon bupati atau gubernurnya aja. Tapi juga ada tim sukses. Nah, tim sukses inilah yang akan bekerja nyari dukungan, termasuk pencarian dana. Dananya dari siapa? Ya, dari para konglomerat yang punya modal. Ikhlas? Hmm.. dukungan tuh nggak ada yang gratis, man! Kalo nanti ‘jagonya’ kepilih jadi bupati atawa gubernur (atau yang lebih keren lagi, presiden), maka proyek-proyek di daerah itu, atau dalam skala nasional kalo yang dukung adalah presiden, bakalan jatuh ke tangan penyandang dana tersebut. Di Amerika juga sama. Bahkan ada konglomerat asal Indonesia yang punya bank di sini, ikut patungan untuk pemilihan presiden Bill Clinton beberapa tahun silam.
Oya, perlu diketahui bahwa demokrasi bukanlah monopoli sekularisme. Komunisme juga mengklaim dirinya demokratis dan mengklaim bahwa pemerintahan berasal dari rakyat. Oleh karena itulah, ideologi ini lebih tepat disebut Kapitalisme, dengan sekularisme sebagai landasannya alias akidahnya. (Diadapatasi dari M. Ramdhan Adi, Globalisasi; Skenario Mutakhir Kapitalisme, al-Azhar Press, 2005)
Komentar