Assalamu’alaikum wr. wb.
Ibu Emmy yth., saya (30 tahun) seorang ibu dari seorang putri (7 tahun). Suami saya (35 tahun) seorang pengusaha. Ketika menikah dengan saya ia baru saja memulai usaha. Setahun kemudian usaha suami sangat maju. Sehingga uang bukan masalah bagi kami. Hampir setiap akhir pekan, kami pergi jalanjalan, entah ke luar kota atau sekedar belanja, tentu saja plus membelikan mainan pada putri kami.
Setahun terakhir ini usaha suami agak menurun dan terus menurun sampai sekarang. Maka jalan-jalan plus membelikan mainan sudah beberapa bulan tidak dilakukan. Kebiasaan yang hilang ini membuat putri kami kangen. Ia sering merengek-rengek minta jalan-jalan atau berlibur ke suatu tempat. Tentu saja untuk saat ini tidak kami turuti karena kondisi keuangan kami yang sedang seret. Tapi kami juga bingung, bagaimana cara menjelaskan kepadanya. Haruskah kami jujur? Apa ia bisa mengerti? Tolong beri saran untuk membuat ia mengerti tentang kondisi keuangan kami. Atas sarannya kami ucapkan jazakumullah.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Ibu Ririn, di Bantul
Wa’alaikumsalam wr. wb.
Ibu Ririn yth., memang tidak mudah untuk menghilangkan kebiasaan yang sudah rutin dilakukan. Tapi, bukannya tidak bisa, apalagi seusia putri, insya Allah sudah bisa diajak untuk mengerti. Yang jelas yang dibutuhkan dari orangtua adalah, ketegasan, ketegaran, konsistensi dan kesadaran dari orangtua bahwa untuk memberi pengertian pada anak butuh waktu atau proses. Maka di sini kesabaran orangtua diuji.
Ketegasan dan ketegaran diperlukan terutama ketika menghadapi rengekan anak kita. Bila dalam hal ini orangtua tidak tahan uji, maka anak yang sangat cermat dalam mengamati orang tua ketika menyikapi perilaku dirinya akan menguji orangtuanya lewat perilaku seperti membangkang atau menggunakan tangisan sebagai senjata agar keinginannya terpenuhi.
Hal-hal di bawah ini diharapkan bisa membantu Ibu dalam memberi pengertian pada si kecil :
1. Bersikap jujur. Sebaiknya ibu bersikap jujur pada putri tentang kondisi keuangan keluarga. Namun, tentu saja tidak perlu menjelaskannya secara detail masalah ekonomi. Supaya tidak menimbulkan kecemasan pada putri.
2. Bersikap tenang. Sikap tenang ketika menjelaskan masalah lebih mudah diterima oleh anak. Maka jelaskan mengapa ibu terpaksa menolak permintaan anak untuk membeli mainan baru. Sampaikan pula, bahwa membeli makanan dan membayar sekolah lebih penting ketimbang beli mainan. Sampaikan bahwa Ibu tidak melarang membeli mainan atau tidak melakukan jalan-jalan sama sekali. Tapi, hanya menunda sampai kondisi memungkinkan untuk melakukannya.
3. Belajar berkata “tidak”. Menghadapi anak semata wayang, kadang membuat orangtua sulit menolak keinginan anak. Padahal, sebetulnya anak hanya butuh ketenangan dan ketegasan dalam memberi penjelasan dan butuh waktu untuk mengerti kondisi orangtuanya.
4. Mengajak anak untuk menabung dan membuat rencana. Anak-anak tentu tidak tertarik dengan pengetahuan ekonomi, tetapi ia bisa diberitahu bahwa saat ini keluarga memiliki keterbatasan ekonomi. Bila anak ingin barang tertentu atau berlibur ke luar kota, ajaklah ia menyisihkan sebagian uangnya untuk ditabung. Bila anak mempunyai target tertentu seperti yang diinginkan, maka ia akan semangat untuk menabung.
5. Mencari aktivitas yang murah meriah. Bila anak sangat menginginkan untuk bepergian, orang tua bisa mengajak anak untuk kreatif mencari tempat-tempat murah meriah tapi bermanfaat, jadi tidak harus ke mal atau toko. Beberapa ide menarik bisa dilakukan bersama seperti bersepeda bersamasama, nonton film atau konser gratis, ke perpustakaan, museum, nonton pertunjukan seni yang digelar badan seni setempat, atau melihat even olahraga.
Selain hal-hal di atas, Ibu juga bisa berkreasi dengan cara sendiri. Yang lebih penting untuk ditanamkan adalah anak jangan dibiasakan berperilaku konsumtif. Sebaliknya, beri contohlah ia agar mau bersyukur dan bangga dengan apa yang sudah dimiliki dan mau berjuang untuk meraih mimpinya, meski hanya untuk sebuah mainan.
Semoga Ibu dan Bapak diberi kesabaran dalam membimbing dan menemani putrinya menjadi anak yang shalihah. Amin.l
Sumber : " Kajian Keluarga Sakinah : ( http://www.muhammadiyah.or.id )
Ibu Emmy yth., saya (30 tahun) seorang ibu dari seorang putri (7 tahun). Suami saya (35 tahun) seorang pengusaha. Ketika menikah dengan saya ia baru saja memulai usaha. Setahun kemudian usaha suami sangat maju. Sehingga uang bukan masalah bagi kami. Hampir setiap akhir pekan, kami pergi jalanjalan, entah ke luar kota atau sekedar belanja, tentu saja plus membelikan mainan pada putri kami.
Setahun terakhir ini usaha suami agak menurun dan terus menurun sampai sekarang. Maka jalan-jalan plus membelikan mainan sudah beberapa bulan tidak dilakukan. Kebiasaan yang hilang ini membuat putri kami kangen. Ia sering merengek-rengek minta jalan-jalan atau berlibur ke suatu tempat. Tentu saja untuk saat ini tidak kami turuti karena kondisi keuangan kami yang sedang seret. Tapi kami juga bingung, bagaimana cara menjelaskan kepadanya. Haruskah kami jujur? Apa ia bisa mengerti? Tolong beri saran untuk membuat ia mengerti tentang kondisi keuangan kami. Atas sarannya kami ucapkan jazakumullah.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Ibu Ririn, di Bantul
Wa’alaikumsalam wr. wb.
Ibu Ririn yth., memang tidak mudah untuk menghilangkan kebiasaan yang sudah rutin dilakukan. Tapi, bukannya tidak bisa, apalagi seusia putri, insya Allah sudah bisa diajak untuk mengerti. Yang jelas yang dibutuhkan dari orangtua adalah, ketegasan, ketegaran, konsistensi dan kesadaran dari orangtua bahwa untuk memberi pengertian pada anak butuh waktu atau proses. Maka di sini kesabaran orangtua diuji.
Ketegasan dan ketegaran diperlukan terutama ketika menghadapi rengekan anak kita. Bila dalam hal ini orangtua tidak tahan uji, maka anak yang sangat cermat dalam mengamati orang tua ketika menyikapi perilaku dirinya akan menguji orangtuanya lewat perilaku seperti membangkang atau menggunakan tangisan sebagai senjata agar keinginannya terpenuhi.
Hal-hal di bawah ini diharapkan bisa membantu Ibu dalam memberi pengertian pada si kecil :
1. Bersikap jujur. Sebaiknya ibu bersikap jujur pada putri tentang kondisi keuangan keluarga. Namun, tentu saja tidak perlu menjelaskannya secara detail masalah ekonomi. Supaya tidak menimbulkan kecemasan pada putri.
2. Bersikap tenang. Sikap tenang ketika menjelaskan masalah lebih mudah diterima oleh anak. Maka jelaskan mengapa ibu terpaksa menolak permintaan anak untuk membeli mainan baru. Sampaikan pula, bahwa membeli makanan dan membayar sekolah lebih penting ketimbang beli mainan. Sampaikan bahwa Ibu tidak melarang membeli mainan atau tidak melakukan jalan-jalan sama sekali. Tapi, hanya menunda sampai kondisi memungkinkan untuk melakukannya.
3. Belajar berkata “tidak”. Menghadapi anak semata wayang, kadang membuat orangtua sulit menolak keinginan anak. Padahal, sebetulnya anak hanya butuh ketenangan dan ketegasan dalam memberi penjelasan dan butuh waktu untuk mengerti kondisi orangtuanya.
4. Mengajak anak untuk menabung dan membuat rencana. Anak-anak tentu tidak tertarik dengan pengetahuan ekonomi, tetapi ia bisa diberitahu bahwa saat ini keluarga memiliki keterbatasan ekonomi. Bila anak ingin barang tertentu atau berlibur ke luar kota, ajaklah ia menyisihkan sebagian uangnya untuk ditabung. Bila anak mempunyai target tertentu seperti yang diinginkan, maka ia akan semangat untuk menabung.
5. Mencari aktivitas yang murah meriah. Bila anak sangat menginginkan untuk bepergian, orang tua bisa mengajak anak untuk kreatif mencari tempat-tempat murah meriah tapi bermanfaat, jadi tidak harus ke mal atau toko. Beberapa ide menarik bisa dilakukan bersama seperti bersepeda bersamasama, nonton film atau konser gratis, ke perpustakaan, museum, nonton pertunjukan seni yang digelar badan seni setempat, atau melihat even olahraga.
Selain hal-hal di atas, Ibu juga bisa berkreasi dengan cara sendiri. Yang lebih penting untuk ditanamkan adalah anak jangan dibiasakan berperilaku konsumtif. Sebaliknya, beri contohlah ia agar mau bersyukur dan bangga dengan apa yang sudah dimiliki dan mau berjuang untuk meraih mimpinya, meski hanya untuk sebuah mainan.
Semoga Ibu dan Bapak diberi kesabaran dalam membimbing dan menemani putrinya menjadi anak yang shalihah. Amin.l
Sumber : " Kajian Keluarga Sakinah : ( http://www.muhammadiyah.or.id )
Komentar