Assalamu’alaikum wr. wb.
Bu Emmy yang baik, saya (27 tahun) sudah pernah menikah, namun gagal. Saat ini saya sedang bingung memilih calon pendamping hidup saya. Kini ada dua pria yang menyukai saya. Mereka sama-sama bujangan sebut saja D dan F. Dengan D saya sudah berhubungan selama 2 tahun, sejak D masih kuliah di sebuah PTN di kota saya tinggal. Pertimbangan saya memilih D, karena dia bisa berpikir dewasa dan memahami keadaan saya. Orangtua saya setuju dengan hubungan kami, tapi saya tak yakin dengan orangtuanya. Selama hubungan, baru sekali saya bertemu dengan orangtuanya, saat ia diwisuda. Tanggapan mereka biasa-biasa saja. D tak pernah memberitahu tentang status saya pada orangtuanya. Katanya takut mereka komentar buruk tentang diri saya. Sejalan dengan itu, saya juga berhubungan baik dengan rekan kerja, F . Kami sering bertemu untuk urusan pekerjaan. Selama ini ia tahu saya sudah punya pacar. Akhir-akhir ini, ia sering menunjukkan perhatian lebih pada saya. Ia bilang kalau ia menyukai perempuan, tapi sudah ada yang punya. Meski saya juga mulai menyukainya, tapi tidak saya perlihatkan. Saya bingung, Bu. Bagaimana kalau saya menjauh saja dari keduanya, ya Bu? Atau saya tegas memilih salah satu dari mereka? Saya takut F hanya mempermainkan saya saja. Kalau saya memilih D, kapan menikahnya? Saya tidak mau lama-lama pacaran. Saat ini saya sepakat pisah sementara dengan D. Dia boleh menemui saya kalau sudah siap menikahi saya. Sedang dengan F saya berusaha menjaga jarak. Tolong Bu, saya benar-benar bingung. . Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
R, di kota X
Wa’alaikumsalam wr. wb.
R yang baik, sebaiknya diketahui bahwa punya pacar, tak perlu harus seketika menumbuhkan untuk menikah. Menurut saya pacaran adalah periode penjajagan apakah pria ini layak diajak serius untuk menikah atau tidak. Serangkaian interaksi dengannya kita jadikan parameter untuk menduga dan mengantisipasi kirakira akan cocok dan saling membahagiakan tidak, bila hidup berdampingan dengannya. Memang tidak ada yang pasti, karena manusia selalu berubah.
Nah, berubah ke arah mana, disertai dengan tanda-tanda kematangan kepribadian atau tidak. Ini bisa diamati dari perkembangan tanggungjawab atas hidupnya, kepeduliannya kepada pasangan, gambaran cita-cita saat berkeluarga kelak, langkah apa yang akan ia ambil sebagai wujud keseriusannya mempersiapkan diri menjadi kepala keluarga. Jika lelaki berniat serius menikahi kita, bukan hanya dia yang masuk ke dalam keluarga kita, berkenalan, bergaul dengan orang tua dan saudara-saudara kita, tapi pasangan juga harus mulai diperkenalkan dengan teman sepermainan. Lalu kedua keluarga saling bertemu dan membicarakan tahap selanjutnya. Jika D selama 2 tahun berhubungan, tak kunjung mengenalkan R dengan keluarganya, seharusnya R berpikir dan bertanya-tanya tentang D. Mungkin, ganjalan ada pada status R. Jika ia khawatir R tak diterima orangtuanya karena pernah menikah, lantas seberapa besar ia memberi nilai pada R untuk pantas dijadikan sebagai
istri? Jika ia sangat menginginkan memperistri R, ia akan berani mengambil resiko penolakan orang tuanya. Jika mencoba saja ia
tidak berani, coba Tanya pada diri, sebenarnya R dianggap sebagai pacar saja atau punya rencana yang lebih serius.
Ketika hendak menikah, sebaiknya R harus jujur mengapa harus menikah lagi. Jika R punya pekerjaan dengan penghasilan yang baik, orangtua yang sayang, cari dulu dengan jelas faktor mengapanya. Sudahkah R menyadari faktor penyebab perceraian dulu. Lalu amati apakah ciri yang sama dengan suami ada pada D. Kadang perempuan terjebak pada masalah yang sama secara psikologis, sehingga tanpa disadari ia memilih pria yang tak terasa tak asing buat dia untuk dicintai. Padahal, ia duplikat dengan suami, sehingga perkawinannya punya cerita yang sama dengan kegagalan yang pernah dialami.
Saya juga sepakat dengan R, untuk tidak ingin pacaran lamalama. Disamping itu tidak baik, juga mengingat status janda yang ada pada R yang oleh sebagian masyarakat dianggap ‘miring’. Harus ekstra hati-hati saat bersama laki-laki, apalagi bila hubungannya tidak jelas. Mengenai hubungan R dengan F yang penuh tanda tanya, mengapa tidak dipastikan saja. Meski kadang kita mendapati kenyataan yang menyakitkan, tapi itu lebih baik dari pada membuang waktu lama tanpa kepastian. Atau kembali saja ke hubungan seperti semula. Sedangkan dengan D yang
sudah sepakat berpisah. Tanyakan pada diri, nyamankah R berpisah dengan D saat ini?
Untuk ke depan cobalah untuk menata hati dan perasaan sambil bertanya pada diri apakah benar ingin menikah lagi? Lelaki seperti apa yang kiranya dapat memberi harapan sebagai suami kelak? Pertimbangkan lebih matang dan mendalam, bila menikah hanya membuat hidup lebih susah, lebih baik bersabar menjadi janda sampai ada laki-laki yang benar-benar siap menerima R dan bisa menjadi imam dalam mengarungi hidup. Ini masalah ghaib, maka dekatkan diri pada Allah agar bila Allah mengijinkan R untuk menikah lagi mendapat suami yang shalih.
Amin.l
Sumber : " Kajian Keluarga Sakinah : ( http://www.muhammadiyah.or.id )
Bu Emmy yang baik, saya (27 tahun) sudah pernah menikah, namun gagal. Saat ini saya sedang bingung memilih calon pendamping hidup saya. Kini ada dua pria yang menyukai saya. Mereka sama-sama bujangan sebut saja D dan F. Dengan D saya sudah berhubungan selama 2 tahun, sejak D masih kuliah di sebuah PTN di kota saya tinggal. Pertimbangan saya memilih D, karena dia bisa berpikir dewasa dan memahami keadaan saya. Orangtua saya setuju dengan hubungan kami, tapi saya tak yakin dengan orangtuanya. Selama hubungan, baru sekali saya bertemu dengan orangtuanya, saat ia diwisuda. Tanggapan mereka biasa-biasa saja. D tak pernah memberitahu tentang status saya pada orangtuanya. Katanya takut mereka komentar buruk tentang diri saya. Sejalan dengan itu, saya juga berhubungan baik dengan rekan kerja, F . Kami sering bertemu untuk urusan pekerjaan. Selama ini ia tahu saya sudah punya pacar. Akhir-akhir ini, ia sering menunjukkan perhatian lebih pada saya. Ia bilang kalau ia menyukai perempuan, tapi sudah ada yang punya. Meski saya juga mulai menyukainya, tapi tidak saya perlihatkan. Saya bingung, Bu. Bagaimana kalau saya menjauh saja dari keduanya, ya Bu? Atau saya tegas memilih salah satu dari mereka? Saya takut F hanya mempermainkan saya saja. Kalau saya memilih D, kapan menikahnya? Saya tidak mau lama-lama pacaran. Saat ini saya sepakat pisah sementara dengan D. Dia boleh menemui saya kalau sudah siap menikahi saya. Sedang dengan F saya berusaha menjaga jarak. Tolong Bu, saya benar-benar bingung. . Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
R, di kota X
Wa’alaikumsalam wr. wb.
R yang baik, sebaiknya diketahui bahwa punya pacar, tak perlu harus seketika menumbuhkan untuk menikah. Menurut saya pacaran adalah periode penjajagan apakah pria ini layak diajak serius untuk menikah atau tidak. Serangkaian interaksi dengannya kita jadikan parameter untuk menduga dan mengantisipasi kirakira akan cocok dan saling membahagiakan tidak, bila hidup berdampingan dengannya. Memang tidak ada yang pasti, karena manusia selalu berubah.
Nah, berubah ke arah mana, disertai dengan tanda-tanda kematangan kepribadian atau tidak. Ini bisa diamati dari perkembangan tanggungjawab atas hidupnya, kepeduliannya kepada pasangan, gambaran cita-cita saat berkeluarga kelak, langkah apa yang akan ia ambil sebagai wujud keseriusannya mempersiapkan diri menjadi kepala keluarga. Jika lelaki berniat serius menikahi kita, bukan hanya dia yang masuk ke dalam keluarga kita, berkenalan, bergaul dengan orang tua dan saudara-saudara kita, tapi pasangan juga harus mulai diperkenalkan dengan teman sepermainan. Lalu kedua keluarga saling bertemu dan membicarakan tahap selanjutnya. Jika D selama 2 tahun berhubungan, tak kunjung mengenalkan R dengan keluarganya, seharusnya R berpikir dan bertanya-tanya tentang D. Mungkin, ganjalan ada pada status R. Jika ia khawatir R tak diterima orangtuanya karena pernah menikah, lantas seberapa besar ia memberi nilai pada R untuk pantas dijadikan sebagai
istri? Jika ia sangat menginginkan memperistri R, ia akan berani mengambil resiko penolakan orang tuanya. Jika mencoba saja ia
tidak berani, coba Tanya pada diri, sebenarnya R dianggap sebagai pacar saja atau punya rencana yang lebih serius.
Ketika hendak menikah, sebaiknya R harus jujur mengapa harus menikah lagi. Jika R punya pekerjaan dengan penghasilan yang baik, orangtua yang sayang, cari dulu dengan jelas faktor mengapanya. Sudahkah R menyadari faktor penyebab perceraian dulu. Lalu amati apakah ciri yang sama dengan suami ada pada D. Kadang perempuan terjebak pada masalah yang sama secara psikologis, sehingga tanpa disadari ia memilih pria yang tak terasa tak asing buat dia untuk dicintai. Padahal, ia duplikat dengan suami, sehingga perkawinannya punya cerita yang sama dengan kegagalan yang pernah dialami.
Saya juga sepakat dengan R, untuk tidak ingin pacaran lamalama. Disamping itu tidak baik, juga mengingat status janda yang ada pada R yang oleh sebagian masyarakat dianggap ‘miring’. Harus ekstra hati-hati saat bersama laki-laki, apalagi bila hubungannya tidak jelas. Mengenai hubungan R dengan F yang penuh tanda tanya, mengapa tidak dipastikan saja. Meski kadang kita mendapati kenyataan yang menyakitkan, tapi itu lebih baik dari pada membuang waktu lama tanpa kepastian. Atau kembali saja ke hubungan seperti semula. Sedangkan dengan D yang
sudah sepakat berpisah. Tanyakan pada diri, nyamankah R berpisah dengan D saat ini?
Untuk ke depan cobalah untuk menata hati dan perasaan sambil bertanya pada diri apakah benar ingin menikah lagi? Lelaki seperti apa yang kiranya dapat memberi harapan sebagai suami kelak? Pertimbangkan lebih matang dan mendalam, bila menikah hanya membuat hidup lebih susah, lebih baik bersabar menjadi janda sampai ada laki-laki yang benar-benar siap menerima R dan bisa menjadi imam dalam mengarungi hidup. Ini masalah ghaib, maka dekatkan diri pada Allah agar bila Allah mengijinkan R untuk menikah lagi mendapat suami yang shalih.
Amin.l
Sumber : " Kajian Keluarga Sakinah : ( http://www.muhammadiyah.or.id )
Komentar