Tukang Pancing Dilarikan Ikan

Buya Hamka : " Tukang Pancing Dilarikan Ikan "

oleh : Fahmi Salim,MA
Toleransi antar umat beragama dalam arti berbuat baik antar sesama, saling membantu, saling mengasihi dan saling peduli antar warga apapun latar belakang agamanya adalah suatu hal yang lazim bahkan wajib kita lakukan sebagai muslim. Allah ta’ala telah menegaskan hal itu dalam firman-Nya di surah al-Mumtahinah ayat 8-9, yaitu keharusan ‘an tabarruuhum wa tuqsithuu ilayhim’: berbuat baik dan berlaku adil terhadap non-muslim yang tidak memerangi kita umat Islam karena alasan agama dan tidak mengusir kita dari tanah air.
Namun kadang makna toleransi antar umat beragama ini lalu dibelokkan ke arah toleransi antar agama, dalam artian mencampuradukkan ajaran agama-agama yang berbeda-beda. Sehingga tidak ada batasan lagi mana muslim dan mana kafir.

Salah satu isu kontemporer yang dikaitkan dengan toleransi antar umat beragama kini adalah persoalan perkawinan beda agama. Dalam hukum Islam sudah jelas hukumnya haram kawin beda agama, berdasarkan ayat 220 surah al-Baqarah dan ayat 10 surah al-Mumtahinah, juga mafhum mukhalafah dari ayat 5 surah al-Maidah yang membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab.
Seringkali kebolehan jenis pernikahan yang disinggung ayat 5 surah al-Maidah diatas, diangkat lalu disamaratakan dan diambil natijah kesimpulan bahwa perkawinan beda agama adalah boleh menurut Islam. Isi al-Baqarah: 220 dan al-Mumtahinah: 10 pun diacuhkan, diabaikannya. Apalagi dengan manthuq (bunyi tekstual) ayat 5 al-Maidah itu lalu disimpulkan bahwa boleh pula wanita muslimah menikah dengan laki-laki non-muslim. Na’udzu billah. Untuk membantahnya sudah pernah saya kultwitkan di akun saya twitter @fahmisalim2.
Ada hal yang menarik dari penjelasan Buya HAMKA, di dalam tafsir AL-AZHAR yang monumental juzu’ 6 hlm. 143-144 soal kebolehan laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab dalam konteks toleransi antar umat beragama. Berikut ini saya kutipkan:
“Dapatlah kita memahamkan sedalam-dalamnya betapa besar keluasan faham atau jiwa tasaamuh, atau toleransi yang terdaapat dalam kedua kebolehan ini, yaitu boleh makan sembelihan mereka dan boleh mengawini perempuan mereka. Ini adalah kebolehan yang diberikan kepada orang yang telah diseru pada permulaan surat, di ayat 1 dan 2, yaitu: “wahai orang-orang yang beriman!”.
Orang yang beriman niscaya telah ada sinar Tauhid dalam dirinya; sekiranya dia ada seorang yang baik kalau bertetangga walaupun tetangganya lain agama, dan tidak ditakuti bahwa dia akan goyah dari agamanya karena berlainan agama dengan isterinya. Dia akan tetap menjadi suami yang memimpin dalam rumah tangganya. Tentu dia akan memberikan contoh yang baik dalam kesalihan, ketaatan kepada Tuhan dan ibadat dan silaturrahmi. Sebagai suami tentu dia akan menjadi teladan yang baik bagi isterinya. Dan tentu diapun akan berbaik-baik dengan seluruh ipar-besannya yang berlainan agama, ziarah menziarahi, antar mengantarkan makanan.
Tetapi dapat pulalah kita mengambil faham dari ayat ini bahwa terhadap kepada LAKI-LAKI ISLAM YANG LEMAH IMAN, KEIZINAN INI TIDAK DIBERIKAN. Karena bagi yang lemah iman itu, “tukang pancing akan dilarikan ikan”.
Karena banyak kita lihat ketika negeri kita masih dijajah oleh Belanda yang berteguh dalam agama mereka, ada orang Islam tertarik nikah dengan perempuan kristen, berakibat kucar-kacir agamanya, kacau-balau kebangsaannya dan sengsara di akhir hidupnya. Hal ini sampai menjadi bahan roman yang indah dari salah seorang pahlawan kemerdekaan dan pujangga kita Abdul Muis, dengan bukunya Salah Asuhan.”
Jadi sesungguhnya, perkawinan beda agama yang dihalalkan pun dalam hal laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab saja, itupun sebenarnya mengandung banyak resiko. Salah satunya yang dikeluhkan dan khawatirkan oleh ahli tafsir Indonesia terkemuka, Buya Hamka, adalah “tukan pancing akan dilarikan ikan”. Mestinya muslim itu bisa mengajak dan mempengaruhi positif terhadap istrinya dan keluarganya yang berlainan agama agar memahami keagungan agama Islam sehingga mereka bersedia memeluk Islam, ini malah muslim yang lemah iman itu yang akan dibawa lari ikan; bisa jadi dia yang murtad masuk ke dalam agama isterinya, atau kondisi beragamanya kucar-kacir, dan sengsara di akhir hidupnya.
Wallahu a’lam

http://www.sangpencerah.com/2014/12/buya-hamka-tukang-pancing-dilarikan-ikan.html                                                                                                                                                                                                                                                                                                               

Komentar